Embun pagi masih merayapi batang daun yang hijau, matahari bersembunyi di balik awan. Namun aku sudah berdiri menatap langit yang masih putih. Hari ini terasa aneh bagiku, biasanya saat ini aku masih terlelap di atas kasur. Tapi karena mata tak bisa terpejam, memaksaku untuk mencari udara segar, menghilangkan rasa gehenyh yang selalu menderaku. Aku gehenyh karena rindu. Rindu akan rumah, rindu pada keluarga di kampung, terutama rindu padanya. Aku kuliah di kota dan meninggalkan mereka di sana . Ingin sekali aku berjumpa dengannya. Dia yang telah mengisi relung hatiku selama dua tahun.
Di bawah pohon depan kost aku duduk santai sambil menikmati cuaca dingin di pagi hari. Di mana orang-orang masih enggan melepas mimpi indah, apalagi ini ‘kan baru pukul empat, mana ada yang terjaga sepertiku. Dengan ditemani cappuccino hangat aku terhanyut dalam khayalan yang berisi kenanganku bersamanya. Orang yang pertama kali singgah di hatiku dan mungkin akan menjadi yang terakhir. Dia satu tahun lebih tua dariku. Kami bertemu saat aku masih duduk di bangku SMA. Kami selalu pulang bareng karena kami berdekatan. Awalnya aku tak ada rasa dengannya, tapi karena kami sering berjumpa di jalan maupun di sekolah membuat rasa ini muncul. Waktu itu aku naik ke kelas XII IPA yang sama dengannya, Ia menjadi senang karena kami bisa satu sekolah lagi. Dan kami pun menjadi tambah dekat. Lalu aku mencoba meminta dia buat jadi pacar aku, tapi dia enggan menjawab, aku pun dikasih waktu beberapa hari, hingga akhirnya aku diterima tapi dengan syarat hubungan ini jangan sampai ada yang tahu.
Suara gema adzan membawaku kembali ke alam nyata. Huuh… Aku ingin sekali bertemu dengannya. Tapi kenapa ia tidak datang, padahal ia sudah janji akan datang Sabtu kemarin. Apa yang terjadi dengannya?
“Dedy… Dedy!” aku mendengar orang memanggilku.
“Heny…ada apa?” ternyata cewek tambun yang se-kost denganku datang dengan nafas terengah-engah.
“Dedy…emag…itu aku mau bilang..itu…Ibumu sakit!”
“Apa? Masak iya, tahu dari mana?” aku langsung terkejut mendengar Ibuku sakit.
“Dari kampung, ada yang menelponku. Ng…kita ke kampung sekarang!” perintahnya.
“Aneh, kok gak ada yang beritahu aku?”
“Udahlah, pokoknya kita ke kampung sekarang.” Tanpa menunggu jawabanku, Heny langsung menarikku pulang. Lalu kami pun bergegas ke kampong.
Setibanya di kampung, aku merasakan suatu keganjilan di rumah pacarku. Kenapa berdiri sebuah tenda biru? Kebetulan aku dan Heny lewat depan rumah pacarku dan melihatnya di depan teras. Sewaktu ia melihatku, ia langsung lari masuk ke dalam rumah. Hatiku bertanya-tanya kenapa ia aneh begitu. Sebelum tiba di rumah aku bertemu dengan Ibu pacarku di jalan. Aku pun langsung bertanya padanya, ada acara apa di rumahnya. Ibunya langsung menceritakan semuanya dan tanpa disadari aku menangis. Tiba-tiba pacarku datang dari arah belakang. Dia meminta maaf kepadaku, dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dia juga bilang kalau ia sangat mencintaiku. Kemudian di depan kedua orang tuanya kami berpelukan dan sama-sama menangisi akhir dari kisah kami. Sesampainya di rumah aku langsung marah-marah tak karuan. Kedua orang-tuaku heran melihatku bertingkah aneh seperti itu. Heny lalu memberitahu mereka kejadian yang memang sudah ia ketahui sebelumnya. Orang-tuaku pun menasehatiku untuk mencari pasangan yang lebih baik dan lebih setia. Aku sangat tidak bisa menerima keputusannya itu.
Aku kembali lagi ke kota setelah mengetahui ternyata Ibuku baik-baik saja. Semenjak itu aku menjadi bertambah aneh, emosiku sering tak terkendali, setiap melihat sesuatu yang tajam, durian misalnya, ingin sekali kutancapkan ke kepalaku. Teman-temanku pun merasa risih atas sikapku, karena setiap teman laki-laki mereka ke kost aku selalu memarah-marahi mereka tanpa sebab. Pernah teman-temanku mengikatku dengan selimut di kursi karna aku mengamuk dan ingin bunuh diri.
Suatu ketika ada seorang cewek yang bekerja di warnet di sekitar kost, dia teman dari salah satu temanku. Dia melihatku membentak-bentak temanku tanpa alasan, sikapku itu sudah dimaklumi teman-temanku yang lain. Dan ketika aku membanting pintu, ia terkejut dan bertanya ada apa dengan gadis yang menarik perhatiannya.
Setelah mengetahui apa masalahku, ia pun menemuiku. Aku marah dengan kehadirannya yang tanpa izin. Lalu cewek itu menyembur mukaku dengan air, dia kira aku kesurupan. Tapi ketika ia salah paham, lantas ia tertawa. Kemudian ia menarik tanganku, mengajakku duduk di teras. Tiba-tiba saja aku mengeluarkan semua masalah yang membebani hatiku dan aku menangis sejadi-jadinya di depan orang yang baru kukenal. Setelah selesai bercerita, ia menyuruhku mandi bersihkan diri lalu mengajakku makan bakso 99. Entah mengapa kalau berada di sampingnya hatiku tenang sekali dan kehadirannya itu membuatku melupakan segala masalahku.
Seminggu kemudian di mana aku sudah kembali normal, aku mendapat kabar kalau mantan pacarku akan segera menikah.
Seminggu kemudian di mana aku sudah kembali normal, aku mendapat kabar kalau mantan pacarku akan segera menikah.
“Lho, Dedy kok gak dapat undangannya,” tanyaku pada Heny.
“Dia gak mau ngasih tahu kamu, Hab.. Takutnya kamu ngedrop lagi.” Namun Susi, cewek yang minggu lalu menenangkanku malah mengajakku ke sana .
“Gak ah dek, malas bolak-balik ke sana .”
“Kenapa, takut? Katanya gak ada rasa lagi.” Karena itu aku terpaksa pergi pada esoknya ke pesta pernikahannya Sinta.
Di pesta pernikahannya itu, aku sudah bisa membiasakan hatiku untuk melepasnya. Saat aku bersalaman dengannya, ia menangis. Lalu ia melihat Susi dan menyuruhnya untuk menjagaku serta jangan pernah menyakitiku. Sebenarnya aku masih sangat mencintainya. Tapi kami tidak ditakdirkan untuk bersama selamanya. Karena sesuatu yang membuatnya terpaksa menikah dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali.
Aku pun mengerti keadaan yang harus kuterima. Dan untuk melupakannya ku serahkan kembali semua yang pernah ia berikan padaku termasuk puisi-puisinya. Itulah mengapa suaminya heran dan bertanya kepadaku hadiah apa yang telah kuberikan kepadanya sehingga suaminya tidak boleh membukanya. Lalu masalah itu kuselesaikan dengan segera. Kutemui ia lalu menyuruhnya untuk memperlihatkan hadiah dariku pada suaminya
“Untuk apa disembunyikan, lihatkanlah hadiah itu pada suami adek biar dia tenang, kakak gak mau ada masalah lagi di antara kita.” Dengan berat hati ia perlihatkan sebuah kotak musik, kalung dan sebagainya pada istrinya. Semenjak itu aku jarang bertemu dengannya, tapi kami masih berkomunikasi seperti biasa dalam jarak jauh, hingga sekarang.